Senin, 26 Oktober 2015

KAU DAN HARTAMU MILIK ORANG TUA-MU

🔘 KAU DAN HARTAMU MILIK ORANG TUA-MU 🔘

📩 PERTANYAAN MASUK :

Afwan Akh, ada pertanyaan dari teman ni;
dia pernah dengar ceramah, bhw anak laki2 adalah milik IBU (orangtua) nya. (Bukan milik istri dan bukan pula milik anaknya)
maksudnya, bila si Ibu mengambil harta anaknya tidak berdosa, karena Beliau seperti mengambil hartanya sendiri,
Apakah ini benar dan ada keterangan dari Rasul Akh? Syukron

📋 JAWABAN :

Bismillahirahmanirahim

Ada hadist  yang menjelaskannya,   diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Imam Ahmad.  Dari Sahabat Jabir bin Abdullah ia berkata :  "Seseorang lelaki berkata kepada Nabi ﷺ :

إِنَّ لِي مَالًا وَوَلَدًا وَإِنَّ أَبِي يُرِيدُ أَنْ يَجْتَاحَ مَالِي

"Wahai Rasulullah, aku mempunyai harta dan anak, sementara ayahku juga membutuhkan hartaku."

Maka Nabi menjawab :

أَنْتَ وَمَالُكَ لِأَبِيكَ

"Engkau dan hartamu milik ayahmu." (HR. Ibnu Majah dan Ahmad).

Dari Amru bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya, dia berkata : "seorang arab badui datang kepada Rasulullah ﷺ dan berkata:  "Sesungguhnya bapakku ingin merampas hartaku."

Maka Nabi menjawab :

أَنْتَ وَمَالُكَ لِوَالِدِكَ إِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلْتُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ وَإِنَّ أَمْوَالَ أَوْلَادِكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ فَكُلُوهُ هَنِيئًا

"Kamu dan hartamu adalah milik bapakmu. Sesungguhnya sebaik-baik makanan yang kalian makan ialah yang kalian dapat dari hasil usaha kalian, dan sesungguhnya harta anak-anak kalian termasuk dari harta yang kalian usahakan oleh sebab itu makanlah dengan tenang." ( HR. Ahmad,  Abu Daud,  At Tirmidzi,  An Nasa'i dan Ibnu Majah).

Akan tetapi hadist ini tidak menjelaskan kepemilikan seutuhnya,  akan tetapi hanya membolehkan dan tidak berdosa memakan harta anak kita.

Syaikh Utsaimin mengatakan :

"Hadist ini tidak dha'if,  dan makna dari hadist ini adalah bahwasannya seseorang itu jika ia mempunyai harta,  maka hendaknya ia melapangkan / membolehkan orang tuanya untuk ikut serta menikmatinya,  dan boleh mengambilnya sesuka hati dengan beberapa syarat.

PERTAMA :

Tidak sampai membebani anak,  maksudnya tidak boleh berlebihan sehingga anak menjadi kekurangan, dan kelaparan.

KEDUA :

Harta yang diambil tidak ada kaitannya dengan kebutuhan anak. Contoh,  anak mempunyai mobil untuk kebutuhan dia pulang-pergi kerja dan memenuhi kebutuhan sehari-hari,  maka tidak boleh mengambilnya.

KETIGA :

Tidak boleh mengambil harta anak untuk diberikan kepada anaknya yang lain. Kecuali darurat.

KEEMPAT :

Hendaknya orang tua tidak mengambil harta anak kecuali dalam keadaan butuh,  sebagaimana dalam hadist Nabi yang diriwayatkan oleh A'isyah, ia  berkata : Rosulullah bersabda :

إن أولادكم هبة الله لكم { يهب لمن يشاء إناثاً ويهب لمن يشاء الذكور } فهم وأموالهم لكم إذا احتجتم إليه

"Sesungguhnya anak kalian adalah karunia dari Allah (
Dia (Allah ) memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki) Mereka dan harta mereka adalah milik kalian jika kalian membutuhkannya"
(HR. Baihaqi,  dan Hakim dan dishahihkan oleh Albani).

Imam As syaukani rahimahullah  mengatakan :
"Seseorang itu dapat ikut serta dalam harta anak,  boleh ikut memakannya baik izin atau tidak izin,  boleh juga membelanjakannya selama ia membutuhkannya, akan tetapi harta tetap hak milik anak (orang tua hanya boleh ikut serta memanfaatkannya saja,  akan tetapi tidak mendapatkan hak milik).

Wallahu a'lam.
_____________________________
📡 Disebarkan oleh markaz El_fatawa grup :

⚪ Blogg : http://android-fayad.blogspot.com/?m=0

⚪ Fb : https://m.facebook.com/profile.php?id=463417250512252&ref=bookmarks

⚪ El_fatawa grup : +966500275433

Tidak ada komentar:

Posting Komentar